“Kate, mengapa kau tidak memakan sandwichmu?”
tanya Alexa sambil menopang dagu. Kate menatap Alexa tak bergairah,
lalu tersenyum tipis. Alexa mengangkat alis, lalu bergumam tak jelas,
“Whatever”.
“Honey!!!”
panggil seorang cowok dari kejauhan. Alexa mencari sumber suara, dan
mendapati James Shady, pacar Kate yang saat itu sedang berjalan
menghampiri meja mereka. Alexa tersenyum, dan James membalas senyumnya.
“Jadi, ada apa denganmu Kate?” tanya James lembut, sambil menarik kursi dan duduk. Kate menggeleng, “Tidak ada”.
“Kau yakin?”, Kate mengangguk. James menatap Alexa, seolah minta penjelasan, ada apa dengan Katenya? Tapi, Alexa mengangkat bahu.
“Kau
tidak bisa bilang ‘tidak ada apa-apa’, jika wajahmu seperti itu.” James
sengaja menekankan kalimat ‘tidak ada apa-apa’. Alexa yang melihat
James dan Kate hanya tersenyum.
“Aku hanya lelah..” akhirnya, Kate angkat bicara.
“Kalau begitu, kau perlu istirahat. Kau mau makan sandwichmu dulu, atau aku langsung kita langsung pulang ke apartement?” ujar James sambil beranjak dari duduknya.
“Aku tak ingin makan apapun.” Kate menatap James malas.
“Oke,
tapi kau harus makan sesuatu di apartementmu, atau aku akan memaksamu
untuk makan. Ayo Kate, kita pulang” ucap James sambil menggandeng tangan
Kate.
“Aku dan Kate duluan, Lex” pamit James.
“Ya, hati-hati” Alexa berkata lirih, lalu ia merapikan rambutnya, dan juga beranjak pergi.
*****
Saat
ini, Alexa sedang berada di Delicio Cafe. Dia sedang mengaduk jus
jeruknya. Dia tidak pernah menyukai bir, wiski atau semacamnya.
Menurutnya, seseorang tidak harus minum bir agar terlihat dewasa.
“Kau
Alexa?” ucap seseorang dengan tiba-tiba sambil menepuk bahunya pelan.
Kate menoleh, dan mendapati seorang cowok dengan rambut pirang
berantakan sedang tersenyum lebar. Dia mencoba menebak cowok didepannya.
Tapi, dia tak mendapati jawabannya.
“Memangnya, kau siapa?” akhirnya, Kate bersuara.
“Ya ampun Kate! Kau tidak mungkin melupakan sahabat kecilmu yang berjanji akan menemuimu begitu kau kembali dari Paris kan?”
“Oh My God! Kau Dylan?” mata biru Alexa berbinar. Cowok di depannya tertawa, lalu menarik kursi dan duduk di hadapan Alexa.
“Kau apa kabar?” tanya Dylan.
“Baik, kau bagaimana? Kau mau pesan sesuatu?”
“Aku merasa lebih baik setelah bertemu denganmu. Aku sudah cukup kenyang melihatmu.”
“Benarkah?”
“Kau tahu, aku selalu mempunyai energi lebih jika melihatmu.” Alexa tersipu.
“Kau selalu seperti itu...” Dylan tersenyum lebar.
*****
“Alex,
aku dengar kamu akan pindah? Benarkah?” Dylan kecil bertanya pada Alexa
kecil. Saat itu, umur mereka 8 tahun. Alexa kecil terdiam sebentar,
lalu mengangguk pelan. Matanya terlihat sedih.
“Jadi, aku tak akan bertemu dengan kamu lagi?”
“Padahal, Alex ingin selalu bersama Dylan.”
“Dengar
Lex, apapun yang terjadi, saat kau kembali lagi kesini, aku akan
menemuimu. Aku janji. Karena, aku menyukaimu. Dan aku janji aku hanya
akan menikah denganmu. Maukah kau berjanji hanya akan menikah denganku?”
Dylan berkata malu-malu.
“Alex
juga suka Dylan. Alex janji hanya akan menikah dengan Dylan.” Ucap
Alexa sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan kelingking Dylan.
Alexa dan Dylan sama-sama tersenyum.
*****
“Kau sekarang tinggal dimana?” tanya Alexa, masih di Delicio Cafe.
“Setelah kau pergi, aku pindah ke New York”
“Bisa aku minta alamatmu?”
“Untuk apa?”
“Kalau-kalau
suatu saat aku membutuhkan tumpangan ketika di New York. Aku tidak
perlu repot-repot menyewa apartemen kan?” Dylan tertawa, lalu memberikan
secarik kertas yang bertuliskan alamatnya.
“Terimakasih.”
“Ya, sama-sama. Ehm, Lex, apakah kau pernah berkencan dengan seorang pria?”
“Tidak,
aku tidak mungkin berkencan dengan seorang pria, ketika aku masih
mempunyai janji hanya akan menikah dengan seseorang.” Alexa tertawa.
“Bagus,
karena akupun tidak pernah kencan dengan gadis manapun. Aku masih
menunggu seseorang yang akan kembali dari Paris.” Kali ini, Dylan
tersenyum.
*****
“Halo Kate!” ucap Alexa ditelepon
“Hi! Ada apa?”
“Apa kau sudah baikan?”
“Aku tidak apa-apa.”
“Tapi, kau lelah.”
“Tidak lagi. bagaimana mungkin, James memaksaku untuk beristirahat, dan dia tak membiarkanku pergi kemanapun.”
“Dia sayang padamu.”
“Ya, aku tahu.”
“Apa dia sedang bersamamu?”
“Ya, dan dia sedang mengawasiku. Kau mau berbicara dengannya?”
“Tidak perlu.”
“Jadi, kenapa kau meneleponku?”
“Aku bertemu dengan Dylan.”
“Kapan?”
“Saat aku sedang di Delicio Cafe. Dan aku baru saja pulang dari sana.”
“Dylan itu siapa?”
“Sahabat kecilku yang pernah berjanji akan menemuiku saat aku kembali dari Paris.”
“Oh ya?”
“Saat kecil dulu, dia juga berjanji hanya akan menikah denganku.”
“Dia manis.”
“Ya, begitulah.”
“Alex, sampai kapan kau akan menelepon Kate?” ucap James di telepon. Alexa tertawa.
“Oke, oke James. Aku tak akan mengganggumu. Night.” Alexa memutuskan sambungan telepon.
*****
“Hmm...
jadi, Dylan yang membuatmu tak berkencan? Karena kau sudah janji
dengannya?” tanya Kate. Saat itu Alexa sedang berkunjung ke apartement
Kate.
“Ya, begitulah.”
“Kukira kau tidak normal.” Sambung James.
“James, ini urusan wanita. Kau tidak perlu mengatakan pendapatmu.” Alexa berkata tajam. James tertawa.
“Oke,
oke sebaiknya aku menghindarimu. Kalau tidak, mungkin kau akan
memakanku.” James berkata mengejek. Alexa mengambil bantal, lalu
melemparkannya pada James. James tertawa.
“Sudahlah Lex, James memang suka seperti itu. Dia akan senang kalau melihatmu marah-marah.” Ucap Kate.
“Oke, oke.”
“Mungkin, kapan-kapan aku bisa berkenalan dengan Dylan?”
“Yeah, tentu.”
*****
Dua bulan kemudian....
“Alex, kau sedang dimana?” tanya Kate ditelepon.
“Di taman, depan apartement.”
“Dengan siapa?”
“Kau tahu jawabannya.”
“Dylan?”
“Yeah, benar. Jam 7 malam, dia mendatangi apartementku dan mengajakku duduk-duduk di bangku taman.”
“Aku akan menyusulmu. Kau harus mengenalkan Dylan padaku.”
“Tentu, Kau bersama James?”
“Ya, dan kita akan kencan ganda.”
“Kate, aku belum resmi berkencan dengannya.”
“Tapi,
dia berjanji akan menikahimu, dan itu lebih dari sekedar kencan.” Lalu,
Kate memutuskan telepon. Alexa menatap ponselnya kesal.
“Siapa Lex?”tanya Dylan.
“Kate, temanku.”
Beberapa menit kemudian....
“Alex, apa kau saat ini bersama Dylan?”
“Yeah, ada apa? Kau dimana?”
“Tidak ada apa-apa. Kau yakin sedang bersama Dylan?”
“Yakin, Kaaatee, kau belum menjawab pertanyaanku, kau dimana?”
“Aku sudah di taman, dan aku sudah melihatmu. Sebentar lagi, aku akan menyusulmu. Apakah Dylan duduk disebelahmu?”
“Ya ampun Kate, haruskah aku mengupload fotonya yang sedang duduk disebelahku?”
“Tidak, tidak perlu.” Lalu, Kate memutuskan sambunngan.
“Siapa?” tanya Dylan lagi.
“Kate.”
“Apakah dia akan menemuimu?”
“Tentu, bukan hanya menemuiku, juga menemuimu. Dia bilang, dia ingin berkenalan denganmu.”
“Tidak! Dengarkan aku Alexa, kau ingat janjiku dulu?”
“Janji apa?”
“Janjiku menikahimu”
“Ya, aku ingat.”
“Aku akan tetap menikahimu, apapun yang terjadi. Walau harus dalam jiwa yang berbeda.” Mata Dylan terlihat sedih
“Maksudmu?”
“Berjanjilah, kau akan menungguku?”. Alexa mengangguk.
“Sampai
jumpa Alexa, aku mencintaimu.” Dylan berkata sambil mencium kening
Alexa, lalu berlari pergi. “Aku juga mencintaimu.” Ucap Alexa lirih. Dia
termenung, ciuman Dylan di keningnya terasa dingin.
“Alex!!”. Alexa menoleh, dan mendapati Kate dan James sedang bergegas kearahnya.
“Mana Dylan?” tanya James, begitu dia sampai di depan Alexa.
“Dia pergi, dan sebelumnya dia mengatak sesuatu yang aneh.”
“Apa?” tanya Kate dan James bersamaan.
“Katanya, dia akan tetap menikahiku, walau dalam jiwa yang berbeda, apa maksudnya?”
“Mmm...
sebenarnya, saat aku meneleponmu tadi. Aku hanya melihatmu sendiri,
tanpa Dylan. Makanya, aku bertanya padamu, apakah Dylan sedang duduk
bersamamu?”
“Benarkah? Apa kalian tidak bohong?”
“Tidak!!” ucap Kate dan James lagi- lagi bersamaan.
“Jadi, kalian hanya melihatku duduk sendirian disini?”
“Yeah, kau tahu jawabannya.” Ucap Kate.
“Jadi, maksudmu, Dylan hanya bisa dilihat olehku?”
“Mungkin.” Sahut James.
“So, Dylan itu apa?”
“Kami
tak tahu.” Alexa terduduk lemas, “Bisakah aku kembali ke apartementku
sekarang? Aku butuh waktu untuk berfikir.” Kate dan Jmes sama-sama
mengangguk. Alexa berjalan lesu menuju apartementnya.
“Alex! Kalau ada apa-apa kau bisa meneleponku.” Alexa sama sekali tak menoleh, dia hanya mengangguk samar.
*****
Sesampainya
di apartement, Alexa melempar sepatu dan tasnya begitu saja, lalu
menjatuhkan dirinya ke sofa. Dia benar-benar bingung dengan kejadian
barusan. Ada apa dengan Dylan? Alexa tiba-tiba berdiri, dia ingat, dia
menyimpan alamat Dylan, mungkin ada nomer teleponnya. Alexa bergegas
menuju kamarnya dan mengobrak-abrik laci meja riasnya. Dan dia menemukan
kertas alamat Dylan.
St.Wallace 159, New York
009-67455562
Alexa
membawa kertas itu ke sofa, lalu mengambil ponselnya. Tidak terlalu
larut, untuk menelepon seseorang. Dia menekan nomer Dylan dan terdengar
sambungan di ujung sana.
“Maaf, apakah saya bisa bicara dengan Dylan?”
“Anda siapa?”
“Saya Alexa, teman kecilnya.”
“Ooh... Alexa? Sudah lama tak berjumpa denganmu Alexa.”
“Iya, Mrs.Wein. Apa kabar?”
“Baik. Saya bahagia bisa berbicara dengan salah satu sahabat kecil Dylan.”
“Maaf, Dylannya ada?”
“...........”’
“Maaf.”
“Dylan
sudah lama meninggal. Dia meninggal saat kau pindah. Dia berlari
kencang dari sekolah saat tahu kau akan pindah hari itu, bukan esoknya.
Sebelum sampai ke rumahmu. Saat menyebrang, dia tertabrak school bus.”
Mrs. Wein berkata dengan pelan. Dari nadanya, kelihatannya dia sedang
menahan tangis. Alexa terduduk lemas, ponselnya meluncur dari tangannya
ke lantai. Pelupuk matanya basah. Dia menangis. Jadi, selama ini siapa
yang bersamanya?
“Alex!
Apa kau tidak apa-apa?” tanya Kate yang tiba-tiba berhamburan ke dalam
apartement Alexa. Kate bersama James. Alexa tak bergeming. Dia tetap
menangis. James mengambil ponsel di lantai, dan menaruhnya di sofa.
“Alex, ada apa?” tanya Kate sambil merangkul Alexa. Alexa tetap diam.
“Alexa, kau tak bisa terus diam begini, kau harus menceritakannya pada kami.” bujuk James.
“Dylan....”
“Iya, ada apa dengan Dylan?” ucap Kate tak sabar.
“Dia... dia sudah meninggal, saat hari aku pindah.” Jelas Alexa sesenggukan. Kate memeluk Alexa tambah erat.
“Dia
jahat! Dia bilang akan menikah denganku! Dia sudah janji!” teriak Alexa
terisak. Kate mengusap bahu Alexa, “Sabar Lex, bukankah dia berjanji
akan menikahimu, walau dalam jiwa yang berbeda?” ucap Kate menyadarkan
Alexa.
“Dan
kurasa, dia akan menepati janjinya, entah kapan.” Tambah James.
Terdengar dari nadanya, James sendiri kurang yakin dengan perkataannya.
“Aku akan menunggunya....” tekad Alexa dengan mata menerawang.
*****
Tiga tahun kemudian.....
“James Shady, akankah kau menerima Kate dalam suka dan duka?” tanya pendeta. Hari ini, James dan Kate menikah.
“Ya.”
Alexa
menahan tangis. Saat ini, umurnya 23 tahun. Dan dia belum menikah. Dia
masih tetap menunggu Dylan datang. Beberapa lelaki mengajaknya menikah,
tapi dia tak tertarik. Dia masih terikat janji hanya akan menikah dengan
Dylan.
“Kate Allincton, akankah kau menerima James dalam suka dan duka?” tanya pendeta lagi.
“Ya.”
“Akankah kalian berdua berjanji bersama selamanya? Sampai hayat memisahkan kalian?”
“Ya.” jawab James dan Kate bersama.
Alexa tersenyum. Dia cukup bahagia menjadi pendamping wanita Kate. Mungkin, suatu saat Kate akan menjadi pendamping wanitanya.
Saat pelemparan bunga......
Seorang
lelaki bertuksedo hitam mendekatinya, Alexa mengamatinya. Cowok itu
tersenyum ramah. Alexa memalingkan wajahnya. Sepertinya dia kenal
senyuman itu, dan mata biru lelaki itu yang berbinar hangat. Saat dia
berbalik untuk menatap lelaki itu, lelaki itu sudah mendapatkan buket
bunga yang dilempar James dan Kate.
“Alexa....” lelaki itu menghadap kearahnya dan menatapnya tepat dimata.
“Kau tahu namaku?” Alexa bertanya, matanya memancarkan kebingungan.
“Namaku Nathan Wayn, dan aku kesini untuk menepati janjiku.” Lelaki itu berkata lembut. Seketika air mata Alexa mengalir.
“Alexa
Georgia, will you marry me?” Nathan tersenyum, dan memberikan buket
bunganya pada Alexa. Alexa menerima buket bunga itu dengan air mata
mengalir di pipinya.
“Yes, i will.” Jawab Alexa pelan. Nathan tersenyum, lalu memeluk Alexa erat.
“Mengapa
kau menangis saat kau bisa bertemu lagi denganku?” Nathan berkata
lembut, lalu memeluk Alexa lebih erat. Alexa tak menjawab. Dia sudah
cukup bahagia bertemu dengan Dylan “versi” barunya. Mungkinkah ini
keajaiban cinta?
SELESAI
No comments:
Post a Comment